Secara umum, anak-anak yatim memiliki kondisi psikis seperti anak-anak lain. Mereka senang bermain, bergurau, dan cerita dalam banyak harinya. Hanya, pada titik tertentu mereka tidak memperoleh kasih sayang seorang ayah. Mereka tidak mendapati adanya pelindung dan tempat mengadu jika ada masalah dengan teman-temannya. Namun, akal mereka yang belum sempurna tidak mempedulikannya terlalu lama. Jika ada aktifitas lain yang mengalihkan perhatiannya, maka ingatnya akan perlunya seorang ayah segera lenyap. Sayangnya, peristiwa keseharian sering pula mengundangnya kepada kebutuhan akan figur seorang ayah.
Realitas lain di tengah masyarakat menunjukkan bahwa anak yatim yang tidak mendapatkan perhatian yang mestinya memiliki kepribadian yang labil dan sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Mereka di paksa bersabar terhadap ‘ejekan’ teman-temannya. Atau menahan diri dari permainan tertentu dengan teman-teman sebayanya. Inilah diantara penyebab yang dapat menghambat kemajuan pada dirinya.
Saat melihat temannya membawa mainan baru, si yatim tentu ingin memiliki mainan serupa. Namun, ia bingung harus meminta kepada siapa. Sebab, hampir tidak mungkin ibunya yang tidak punya uang akan membelikannya untuknya. Minta kepada paman, takut di marahi. Akhirnya, ia berdiam diri memendam keinginnya. Tak ada yang tahu, bahwa sikapnya yang demikian dikarenakan ia menginginkan mobil-mobillan yang hanya seharga Rp 4.000.
Anak-anak yang tidak memungkinkan untuk berbangga-bangga dengan kekayaan orang tuanya, karena memang tidak ada yang bisa dibanggakan. Namun, bila diarahkan secara benar, rasa sadar diri terhadap kemahaagungan Allah akan lebih besar. Mereka memang tidak memiliki tempat mengadu yang lain dikala hati sedang dilanda pilu.Allah lah tempatnya melaporkan segala keluh kesah hatinya, gunda-gulananya. Bimbingan keagamaan akan lebih mudah diabsorbsi (diserap) oleh mereka dari pada anak-anak lain seusianya. Barang kali inilah rahasia kesuksesan Muhammad SAW dalam memaksimalkan potensi internalnya dalam berhubungan dengan Allah.
Namun, potensi kemandirian itupun bisa mengarah kepada kerusakan, bila tidak mendapatkan bimbingan yang benar. Anak-anak ini cenderung sulit diatur, bila diatur salah mendidiknya. Mereka merasa lepas dari pengawasan, karena kebiasaan. Alangkah sayang bila terjadi dalam hal-hal yang demikian, karena keburukan salah seorang anggoota masyarakat berarti ancaman bagi anggota yang lain. Oleh karena itu, jangan sampai kita terlambat berbuat yang menyebabkan asset itu berubah menjadi parasit dan sumber bencana.
Karena itulah, islam sangat menekankan pentingnya memperhatikan anak yatim secara khusus, lebih dari penekanannya untuk memperhatikan anak kandung sendiri. Islam memerintahkan untuk berusaha sebisa mungkin memenuhi semua kebutuhan materi dan jiwanya. Bahkan, jumlah ayat suci Al-Qur’an yang secara khusus membicarakan masalah anak yatim ini lebih banyak dari pada jumlah ayat yang membahas tentang anak kecil secara umum.
Berinteraksi dengan anak-anak yatim tidak sederhana seperti bergaul dengan anak-anak pada umumnya. Ada hal-hal khusus yang harus dijaga, dan harus dijauhi, dan tidak boleh kita ungkapkan kepada mereka. Dalam banyak hal, perasaan mereka sangat sensitif. Duka di tinggal ayah atau kemiskinan yang terus mendera membuat perasaan mereka amat peka terhadap segala sesuatu yang di anggap menyinggung dirinya.
Ketika usia memasuki masa wajib belajar, ibunya akan memilihkan sekolah yang murah biayanya dan dekat jaraknya. Tidak akan terbesit keinginan yang kuat untuk menyekolahkan di sekolah-sekolah favorit, karena tidak akan kesampaian. Akhirnya, anak-anak yatim ini belajar di sekolah yang biasa-biasa saja dan bergaul dengan anak-anak tak berpunya. Pendidikan yang mereka terima cenderung ala kadarnya, karena keterbatasan SDM dan keterbatasan sarana yang tersedia.
Tidak berhenti sampai di sini, terkadang mereka membawa masalahnya dengan teman-teman sekolah-nya kepada ibunya yang juga lemah jiwanya. Akibatnya, kesedihan itu merembet,menular kepada ibunya.”Andai bapakmu masih ada,tentu kita tidak akan hidup seperti ini.”bisik si ibu sambil menitikkan air mata.sebap itulah, kaum muslimin di ingatkan oleh Allah ketika dia berfirman,
“Taukah kamu (orang) yang mendustakan agama?itulah orang yang menghardik anak yatim (al-maa’un:1-2)
Namun, tidak semua anak yatim berperasaan dan bersikap seperti yang di uraikan tadi.Sejarah mencatat dan membuktikan bahwa sejumlah anak yatim memiliki kepribadian yang tangguh, tahan banting, tahan menderita, ulet, cepat mandiri, dan sederet sifat positif lainnya. Inilah contoh si yatim yang yangguh pribadinya ketika kecil, karena berada di bawah asuhan bapak tirinya atau walinya.setelah besar,ia berguna untuk agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar